NAEGLERIA FOWLERI DAN ACCANTHAMOEBA

Latar Belakang
Free-living amebae yang paling dikenal adalah Naegleria fowleri dan Accanthamoeba spp. Kedua amebae ini hidup bebas ditanah yang lembab dan air, menjadi parasit fakultatif pada manusia. Naegleria fowleri adalah penyebab primery amebic meningoencephalitis (PAM), dan Accanthamoeba spp berhubungan dengan kelainan yang lebih kronis di sistem saraf, yakni granulomatous amebic encephalitis (GAE), amebic keratitis, serta ulkus di kulit. Tipikal kasus PAM terjadi pada musim panas, dimana Naegleria fowleri berproliferasi dengan cepat seiring dengan bertambahnya temperatur. Penderita PAM biasanya memiliki riwayat kontak dengan air seperti berenang di danau, sungai, atau kolam renang yang dapat terinfeksi oleh organisme ini beberapa hari sebelumnya timbul gejala. Selama periode kering dan meningkatnya temperatur ini, konsentrasi Naegleria fowleri akan meningkat. Pada beberapa kasus, ada indikasi bahwa organisme ini juga dapat ditularkan melalui inhalasi dari debu yang terkontaminasi. Pada tahun 1965, Fowler dan Carter mempublikasikan sebuah laporan kasus yang terjadi pada 4 orang penderita di Australia. Laporan ini pertamaa kali menghubungkan antara Naegleria fowleri dan penyakit yang menyerang susunan saraf pusat. Pada awalnya peneliti tersebut beranggapan bahwa ameba penyebab dari penyakit tersebut adalah genus accanthameba, tetapi setelahpenelitian lebih lanjut ameba penyebabnya cenderung mengacu kepada Naegleria fowleri.


PEMBAHASAN
NAEGLERIA FOWLWRI


A. Morfologi Naegleria Fowleri
Naegleria fowleri dikenal dengan karakteristik yang disebut amebaflagellata, yaitu memiliki bentuk ameboiddan flagellata dalam hidupnya. Siklus hidupnya terdiri atas stadium trophozoit (ameboid dan flagellata) yang motile dan bentuk kista yang non-motile dan resisten. Trophozoit bentuk ameboid adalah bentuk satu-satunya yang dijumpai pada manusia.
Trophozoit dapat hidup di air, atau tanah yang lembab dan kultur jaringan atau media lainnya. Trophozoit bentuk ameboid ketika bergerak berbentuk memanjang, lebih lebar pada bagian anterior, yang dapat dengan jelas dibedakan dari bagian posterior yang menyempit, dan membentuk sebuah pseudopoida yang lebar. Memiliki satu inti dengan karyosom sentral yang besar dan dikelilingi oleh sebuah halo, tanpa kromatin perifer. Terdapat vakuola makanan yang biasanya terdiri dari bakteri pada saat berada dalam bentuk free-living, atau berisi debris sel pada saat menginfeksi manusia.
Bentuk ameba dapat berubah dengan cepat menjadi bentuk flagellata dengan 2 buah flagella ketika berada didalam air, yang apabila dilakukan di laboratorium dapat diinduksi dengan menggunakan air suling untuk membantu diagnosa, dan dipertahankan pada suhu antara 27-37 derajat celcius. Bentuk ameba biflagellata ini biasanya berbentuk seperti pir, dengan 2 buah flagella pada ujung bagian posterior yang melebar. Bentuk flagella ini besifat sementara dan akan berubah kembali pada bentuk ameboid. Perubahan ini terjadi paling lama 20 jam, dan biasanya beberapa dari bentuk flagella dapat bertahan selama 2 hari atau lebih.
Dalam kondisi lingkungan yang tidak menyenangkan, trophozoit akan berubah menjadi bentuk kista. Dengan mikroskop elekron struktur tampak jelas termasuk pori-pori pada dindding kista dan mitokondria, endoplasma retikulum, vesikel dan granul sekretiri. Bentuk kista ditemukan di alam tetapi tidak ditemukan di jaringan SSP.


B. Siklus Hidup Naegleria Fowleri
Naegleria fowleri memiliki 3 stadium dalam siklus hidupnya, yaitu kista trophozoit bentuk ameba dan bentuk flagella. Trophozoit ber-replikasi dengan cara promitosis (membran nukleus tetap utuh). Naegleria fowleri ditemukan di air, tanah, kolam renang air hangat, hidroterapi dan kolam renang untuk pengobatan, akuarium, dan limbah. Trophozoit bentuk ameba dapat berubah menjadi bentuk flagella, dan dapat kembali berubah menjadi bentuk ameba. Menginfeksi manusia dengan cara trophozoit terhirup melalui hidung, yang kemudian akan menginvasi membran nasal, dan masuk ke ruang sinus paranasal. Trophozoit ini akan langsung menembus ciribriform plate ditulang ethmoidalis, dan masuk ke otak melalui nervus olfaktorius. Selanjutnya akan bermultiplikasi di jaringan sistem saraf pusat (SSP) dan menyebabkan Primary Amebic Meningoencephalitis. Dapat diisolasi dari cairan serebro spinal (cerebro spinal fluid/ CSF).


C. Patologi
Gambaran patologi yang dapat ditemukan pada otopsi yaitu hemispher cerebral yang biasanya membengkak dan edema. Karakteristik PAM yaitu nekrotik dan hemorrhagic pada korteks cerebral dan bulbus oktafarius. Secara histopatologi, PAM ditandai dengan eksudat yang purulen, nekrotik, dan edema dengan hemorragic yang difus pada area kortikal dan parenkim otak. Trophozoit dapat ditemukan pada eksudat, walaupun akan sukar membedakannya diantara sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi yang banyak dijumpai yaitu sel-sel polimorfonuklear (PNM). Trophozoit dapat dijumpai dan dibedakan terutama pada ruang perifascular, dimana sel-sel inflamasi jarang ditemukan. Trophozoit juga dapat ditemukan pada bulbus olfaktorius dan cairan cerebrospinal. Kista tidak ditemukan pada lesi diotak.
Gambaran yang didapati pada PAM sangat dramatis, namun hampir tidak dapat dibedakan dengan meningoencephalitis yang diakibatkan oleh bakteri.
1. Infeksi Naegleria fowleri biasanya terjadi pada dewasa muda dan anak-anak yang sehat dan sebelumnya mempunyai riwayat berenang atau menyelam di air hangat sekitar 7-14 hari sebelumnya. Kebanyakan gejala pertama kali muncul 2-5 hari setelah paparan terakhir yaitu demam, sakit kepala pada area bifrontal atau bitemporal, mual, dan muntah.
2. Dapat timbul beberapa gejala yang berhubungan dengan persepsi olfaktorius yaitu gangguan dalm mengecap.
3. Iritasi meningeal dapat ditandai peningkatan tekanan intra kranial yaitu dengan timbbulnya gejala kejang dan kaku kuduk.
4. Dapat timbul kelumpuhan yang meliputi saraf kranial III, IV, dan V seperti cerebellar ataksia dan penurunan refleks tendon yang mengidentifikasikan adanya edema otak dan herniasi.
5. Status perubahan mental terjadi pada dua pertiga kasus yang pernah dilaporkan dan keadaan penderita akan semakin menurun menjadi koma dan akhirnya akan meninggal dalam waktu sekitar satu minggu setelah munculnya gejala.
6. Kebanyakan kasus PAM berakhir dengan kematian. Penyebab kematian biasanya adalah karena meningkatnya tekanan intra kranial dengan herniasi otak yang akan menyebabkan terhentinya sistem kardiorespiratori.


D. Cara Pencegahan
Temperatur yang hangat, ketersediaan makanan yang mencukupi dan kemungkinan kadar pH yang optimal serta oksigen yang cukup adalah merupakan habitat yang mungkin ameba ini dapat berkembang.
Pencegahan Naegleria fowleri dilakukan dengan pemanasan air sampai di atas 60 derajat celcius dan pemberian chlorine 0,5-1 mg/l. Pemberian chlorine ini terbukti efektif baik untuk air minum maupun air di kolam renang. Namun hal ini tidaklah mungkin dilakukan di daerah reaksi umum lainnya seperti danau dan sungai. Sehingga tindakan pencegahan yang terpenting adalah dengan memberikan peringatan, terutama pada saat musim panas.


E. Pengobatan
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah :
1. Laboratorium
 Pemeriksaan cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal akan tampak kelabu sampai purulen. Adanya domonasi sel leukosit polimorfonuklear dan tiadak ditemukanya bakteri. Ditemukanya juga adanya eritrosit. Tekanan intra serebral meningkat. Konsentrasi glukosa akan menurun tetapi konsentrasi protein akan meningkat.
 Kultur
Teknik kultur dengan menggunakan media yang terdiri dari 1,5% non-nutrient agar plates dengan penambahan Escherichia coli. Media tersebut akan diinkubasi pada suhu 37 derajat celcius dan diamati setiap hari. Ameba ini akan memakan bakteri tersebut dilingkungan aerob seperti habitatnya yang alami.
 PCR dan Indirect Immunoflourescent Antibody
Teknik ini dipergunakan untuk mengidentifikasi organisme yang biasanya dilakukan dilaboratorium Center fir Disease Control and Prevention.
 Biopsi Otak
Biopsi otak secara potensial dapat dipergunakan untuk mendeteksi tropozoit ini dan gambaran karakteristik histopatologi, namun hingga kini data kasus PAM yang didiagnosa melalui biopsi otak.

2. Pemeriksaan Neuroimaging
Pemeriksaan dengan CT-scan dan MRI diperlukan untuk menilai edema cerebri.



PEMBAHASAN
ACCANTHAMOEBA


A. Morfologi Accanthamoeba
Berbeda dengan spesies sebelumnya, accanthamoeba memiliki bentuk trofozoit dan kista, tidak ada bentuk flagellatanya.
Bentuk trofozoit memiliki ciri khas berupa pseudopodia yang lancip, disebut acanthopodia. Memiliki satu inti dengan karyosom sentral yang besar, tanpa kromatin perifer.
Kistanya bulat, memiliki satu inti. Dindingnya dua lapis, lapisan terluarnya bergerigi dan tidak teratur.
Penularan biasanya tidak berhubungan dengan kolam renang. Infeksi SSP berlangsung secarahematogen setelah inhalasi / aspirasi bentuk trofozoit maupun kista, atau melalui kulit atau mukosa yang luka secara invasi vaskular langsung.

B. Siklus Hidup Accanthamoeba



C. Patologi
Masa inkubasi berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Organisme yang terinhalasi akan menimbulkan pneumontis. Invasi melalui kulit akan menstimulasi timbulnya granuloma dalam waktu yang lambat. Granulomatous amebic encephalitis (GAE) yang ditimbulkan oleh acanthamoeba bersifat progresif lambat, dan biasanyatimbul pada penderita yang immunocompromised. Gejalanya mulai dari sakit kepala, demam, kelelahan, hingga kaku kuduk, dan penurunan kesadaran.
Keratitis oleh acanthamoeba biasanya terjadi pada pengguna lensa kontak yang kurang bersih, yang terkontaminasi oleh organisme. Infeksi dapat pula terjadi melalui trauma.


D. Cara Pencegahan
Penularan tidak berhubungan dengan kolam renang. Infeksi SSP berlangsung secarahematogen setelah inhalasi / aspirasi bentuk trofozoit maupun kista, atau melalui kulit atau mukosa yang luka secara invasi vaskular langsung.
Untuk itu pencegahan Accanthamoeba dapat dilakukan dengan menghindari penggunaan kontak lensa.

E. Pengobatan
Walaupun berlangsung lambat, banyank di antara infeksi ini yang terlambat didiagnosis. Pemeriksaan dilakukan dengan menemukan bentuk trofozoit pada spesimen cairan spinal, lesi kulit, atau kornea. Kultur dapat dilakukan pada agar yang sudah ditanami bakteri E. Coli.
Terapi yang digunakan belum ada yang memuaskan, namun penggunaan Amphotericin B dengan sulfadiazin dapat memperlambat perjalanan penyakit dan mengurangi mortalitas

source :http://arwanbj.blogspot.com/2011/03/naegleria-fowleri-dan-accanthamoeba.html

0 komentar:

Posting Komentar